Senin, 14 Agustus 2017

Dendam: sifat, ciri dan akibatnya

Dendam: sifat, ciri dan akibatnya

dendam
Dalam sebuah Hadis, Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Sebaik-baik anak Adam, ialah orang yang lambat marahnya dan segera pula reda bila sudah marah, dan sejahat-jahat anak Adam yang lekas marahnya dan lambat pula reda marah itu.”
Al Gazali berkata: Ketahuilah kemarahan itu apabila tetap meluap-luap karena memang tidak dapat melenyapkannya seketika, maka ia masuk kedalam hati dan terus bergejolak dalam hati, sehingga akhirnya menjadi dendam.
Dengan demikian pengertian dendam adalah sebagai akibat marah yang dipelihara, berkesinambungan dan yang melakukan perbuatan ini akan menghanguskan amal atau pahala seseorang dan kesengsaraan bagi dirinya berupa ketidaktenangan dan ketidaktentraman hidup. Karena seseorang yang menaruh dendam dan sakit hati, akan membiarkan perasaan-perasaan negatif memenuhi hati menjadikan diri tidak tenang, tersiksa yang dipenuhi rasa marah,  benci dan berakibat serta mendorong timbulnya penyakit.
Dendam sudah berwujud pada tindakan untuk membalas orang lain yang menjadi kebencian dan kedengkiannya. Bila dendam ini menyangkut dua pihak dan jika dibiarkan maka akan melahirkan sikap permusuhan yang tiada habisnya, saling membalas, saling mencari sekutu sehingga menjadi konflik terbuka.
Bila dilakukan dendam itu dengan orang yang lebih lemah, itu akan berwujud tindakan semena-mena, apapun akan dipandang jelek baginya, suka mengejek dan mentertawakan, membuka aibnya, meniadakan dan menghasut orang lain untuk mengikuti membencinya sehingga cenderung menjadi tindakan aniaya.
Bila sebaliknya dihadapkan pada pihak yang sepadan atau lebih kuat, sangat mungkin terjadi tindakan saling balas, saling mengambil kesempatan untuk melepas kebencian, melepaskan intrik, konspirasi untuk saling menghancurkan. Lamanya dendam serupa ini juga tidak jelas kapan redanya, bila masing-masing pihak merasa benar, tidak ada yang mau mengalah dan memaafkan, maka dendam akan lama bahkan dapat berlangsung dari generasi ke generasi.
Bila sudah berkobar menjadi konflik terbuka, bila tidak segera ditangani,  maka akan  sulit ditelaah dimana duduk persoalannya, karena menjadi tidak sangat jelas lagi mana yang harus dibela dan ditentang, karena semua akan merasa dirinya yang paling benar. Dan konflik ini tidak jarang dapat membawa korban tidak saja yang saling dendam tetapi dapat menyeret orang lain.
Karena itu Islam sangat memperhatikan gejolak ini, termasuk dampak jelek terjadinya dendam terutama didalam kehidupan bermasyarakat. Islam tidak menginginkan umatnya menjadi pendendam, walaupun kepada orang kafir sekalipun. 
Sabda Nabi saw: Orang mukmin itu bukanlah pendendam. Allah tidak menghendaki umatnya sebagai pendendam, melainkan menghendaki hamba-hamba-Nya  menjadi pemaaf. Firman Allah :Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(Al Araf: 199)
Dendam juga pernah merasuki khalifah Abu bakar ra, yang bersumpah untuk tidak lagi menolong saudaranya, karena kesalahan yang dibuat saudaranya itu. Akibat perbuatan itu, turunlah ayat Allah yang meminta Abu Bakar ra agar mengutamakan kekeluargaan daripada memperturutkan dendam.
Firman Allah: Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Annur: 22)
Rasa benci dan amarah yang ada di dalam hati, hendaklah ditahan untuk tidak dilampiaskan pada waktu yang lain. Dalam kaitan ini terlihat tindakan melupakan dendam sebagai sifat yang lemah, namun sebaliknya adalah kuat dan cermin jiwa yang besar dalam artinya mampu mengikuti akal sehatnya bahwa dendam tiada lain hanya akan menggerogoti diri dan merugikan orang lain jika dibiarkan.
Orang yang mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain tiada lain balasannya kecuali kemuliaan di sisiNya. Memang memaafkan orang yang pernah berbuat zalim atau dendam kepada diri merupakan perbuatan yang sangat berat, namun bila dilaksanakan itu sangat menenangkan hati.
Orang yang memiliki dendam, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Terdapat rasa benci dalam hati terhadap orang yang didendami
  2. Merasa tidak senang jika orang yang didendami mendapat suatu kebahagiaan atau kenikmatan
  3. Merasa senang jika orang yang didendami mendapat kesengsaraan, musibah atau cobaan
  4. Adanya keinginan untuk berbuat jahat atau membalas kejahatan terhadap orang yang didendami
  5. Mempengaruhi orang lainuntuk mencelakakan atau menjauhi orang yang didendami.
Karena itu dendam membahayakan diri sendiri diantaranya : menghilangkan ketenangan jiwa, membatasi pergaulan karena berusaha menjauhi atau meniadakan orang yang didendaminya, menjauhkan silaturahmi, sebagai sumber perselisihan dan permusuhan, selalu marah bila orang lain menceritakan kebaikan orang yang didendaminya, munculnya penyakit hati yang lain iri, suka mengumpat, membohongi, membuka aib orang lain dan fitnah, menimbulkan penyesalan dikemudian hari dan yang jelas mendapat murka Allah.
Wallahu a’lam

Kisah haji 10: akibat sombong

Kisah haji 10: akibat sombong

Sedang-Sai
Seorang ketua rombongan jemaah haji merasa senang, karena diberi kekuatan untuk berjalan lebih cepat melebihi jemaah lainnya. Banyak jemaah yang kagum padanya dan kekaguman itu terdengar oleh istrinya.
Suatu hari istri ketua rombongan itu sakit di maktab. Pulang dari salat di mesjidil haram, tentu si ketua rombongan bergegas pulang menemui istrinya.  Di tengah perjalanan, para jemaah berkata: ” Pak kok jalannya cepat amat ?
Si Ketua rombongan menjawab dengan gagah : “Ini baru gigi 2, belum gigi 5. Gigi 5 lebih cepat lagi.
Setelah merawat sang istri, ketua rombongan pun tidur. Menjelang subuh, si ketua rombongan bangun untuk tahajud di mesjidil haram. Kaki susah digerakkan seperti lumpuh. Ia berpikir, ada peristiwa apa kemarin hingga kakinya sulit digerakkan, jatuh tidak, keseleo juga tidak, keinjak juga tidak.
Lama merenung, ia teringat dengan dialog jemaah tadi. Lalu ketua rombongan itu beristighfar berkali kali di maktab. Sakit agak berkurang, namun masih susah digerakkan. Tengah malam, dengan kaki diseret pergi ke mesjid. Dihadapan multazam bertobat kepada Allah, kemudian, kakipun mulai nyaman untuk salat, alias pulih kembali.
Wallahu a’lam

Doa terhindar dari kesesatan, kebodohan dan kezaliman kala keluar rumah

Doa Ketika Keluar Rumah
Kala kita keluar rumah membaca doa “BismiLlaahi tawakkaltu ‘alAllaah, laa hawla wa laa quwwata illaa biLlaah ada baiknya membaca doa tambahan agar diri kita terhindar dari kesesatan dan disesatkan, tergelincir dan digelincirkan, zalim dan dizalimi dan bodoh dan dibodohi dalam melangkah.
Bunyi doanya sebagaimana dituntunkan Rasulullah Saw adalah sebagai berikut :
Ya Allah, aku berlindung kepada Mu dari menjalani jalan yang sesat atau disesatkan orang, dari tergelincir atau digelincirkan orang, dari berlaku zalim atau dizalimi orang atau berlaku bodoh dari orang yang berlaku bodoh kepada diriku.
Doa diatas di abadikan oleh Abu Dawud yang diriwayatkan dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa  Nabi Saw tidak pernah melihat nabi keluar dari rumahnya kecuali dengan menengadahkan pandangannya ke langit dan kemudian membaca doa diatas.
Ada 4 jenis yang dimohonkan perlindungan sesuai isi doa diatas:
1.Kesesatan dan disesatkan
Kesesatan itu bisa muncul karena kita memang tersesat, dan tersesat itu bisa terjadi karena ketidak tahuan. Sedangkan disesatkan adalah karena faktor lain, baik itu faktor dari setan maupun manusia lain. Kita disesatkan juga karena ketidaktahuan. Bisa juga karena sudah tahu, namun karena iman yang lemah maka diri kita mudah disesatkan sehingga tergelincir oleh godaan dan rayuan pihak lain.
2. Tergelincir atau digelincirkan
Hal ini sama dengan yang diatas, dua hal ini mendorong seseorang kearah kejahatan. Tergelincir atau sengaja di gelincirkan orang, layaknya orang yang sudah mengetahui akan kebaikan, namun masih mempunyai potensi untuk terseret maupun diseret kedalam kesesatan.
3. Berlaku zalim atau dizalimi
Sungguh ketika seseorang berlaku zalim, ia berarti telah melakukan suatu perbuatan yang merugikan, baik bagi dirinya sendiri maupun yang di zalimi. Kezaliman bisa berbentuk fisik maupun non fisik. Berbuat ingkar kepada Allah atau tidak melaksanakan perintah Nya adalah bentuk kezaliman. Begitu pula berbuat tidak adil pada sesama makhluk adalah kezaliman. Hanya saja yang pertama sang pelakuk yang rugi, sedangkan yang kedua merugikan kedua beleh pihak.
4. Berlaku bodoh atau di bodohi
Berlaku bodoh atau ada orang yang membodohinya. Karena, perbuatan orang bodoh itu bisa membahayakan dirinya. Sungguh menyakitkan ketika kita dipermainkan orang karena kebodohan kita; sehingga mudah diperdaya, diombang ambingkan dan sebagainya. Kebodohan adalah simbol kelemahan.
Semoga Allah melindungi kita semua dari  hal hal diatas.
Dari buku Doa ajaran Rasul, Anis Masykur)
Wallahu a’lam

Kebahagiaan tidak di mana mana melainkan ada di hati

Kebahagiaan itu tidak dimana-mana melainkan ada di hati
Bahagia pada setiap orang itu relatif. Banyak orang berpikir bahwa kebahagian itu seperti menerima sesuatu, kekayaan, kecantikan, ketenaran seperti tolok ukur diatas. Kenyataannya tidaklah demikian, dalam beberapa survey telah diyakini justru dalam memberi dan berbagi dengan sesama ternyata disitulah letak kebahagian.
Kembali kita melihat kebahagian yang diukur materi. Kebanyakan sesuatu yang mengurangi kebahagian adalah karena orientasi atau standar seseorang atas bayangan sesuatu yang ada diatasnya. Dengan melihat inilah seseorang akan selalu mengeluh dan menjadi tidak mensyukuri apa yang didapatnya.
Nabi Saw bersabda:  Ketika seorang dari kalian memandang orang yang melebihi dirinya dalam harta dan anak, maka hendaklah ia juga memandang orang yang lebih rendah darinya, yaitu dari apa yang telah dilebihkan kepadanya. (HR Muslim)
Kebanyakan orang terjebak menetapkan kebahagian berdasarkan standar yang demikian untuk hal-hal yang sebenarnya memiliki esensi dan manfaat yang sama. Ini adalah contoh beberapa hal terkait keseharian seperti  makan, tidur dan penghasilan yang sering dijadikan sebagai tolok ukur kebahagiaan.
Seseorang yang makan di restoran mewah dengan seseorang yang makan lauk  sederhana dirumah, apakah esensi kenyangnya beda?, tentu sama saja. Bisa jadi yang makan di rumah dengan lauk sederhana, namun disajikan dengan ikhlash dan suasana keceriaan keluarga yang dibangun akan menjadikan makanan terasa lezatnya, dibanding yang direstoran besar, rasanya juga belum tentu enak dan yang pasti sesudahnya akan pusing memikirkan harga makanannya yang mahal.
Begitu juga dengan tidur, banyak orang memimpikan bahwa tidur di rumah yang besar akan membahagiakan daripada tidurnya seseorang yang tidak punya rumah ( di kontrakan). Pastinya esensi tidurnya adalah tetap sama, apa iya yang tidurnya seseorang dengan mimpinya yang dirumah besar itu pasti lebih nyenyak dan indah daripada yang tidak punya rumah? jawabnya belum tentu.Bisa jadi yang dikontrakan tidurnya lebih nyenyak daripada yang dirumah besar, berAc pula.
Ukuran penghasilan sering dijadikan tolok ukur, seseorang yang berpenghasilan kecil selalu membayangkan seandainya memiliki penghasilan besar sehingga dia dapat memenuhi segala keperluannya. Padahal bila disadari penghasilan besar juga akan diikuti dengan list kebutuhan yang besar pula, belum bila seseorang itu harus mengikuti gaya hidup sesuai dengan penghasilannya alhasil malah akan terus kekurangan.
Berbeda dengan seseorang yang penghasilannya pas hanya cukup saja, dirinya sudah tentu akan tahu diri dalam membelanjakan apa-apa yang menjadi kebutuhannya, tuntutan tidak akan banyak sehingga tidak begitu merisaukan dirinya bila banyak tawaran kebutuhan datang.  Salah satu yang menenangkan hatinya bahwa tanggung jawab atau amanat harta yang diberikan Allah atas penghasilannya sudah tentu tidak sebesar dari orang yang berpenghasilan besar.
Dari 3 tolok ukur itu, makan, tidur dan penghasilan, Ustadz Yusuf Mansyur menyatakan bahwa bagi orang beriman mendapatkan sesuatu itu saja sudah suatu nikmat. Nikmat ini kemudian ditambah oleh Allah dengan dikaruniakan rasa nikmat tambahan dengan memandang segala sesuatunya kebawah bukan keatas. Pengaruniaan Allah akan rasa nikmat ini akan bermanfaat dikala diri melihat kekurangan, sehingga itu  tidak dilihatnya sebagai sesuatu yang membuat hidupnya semakin sempit.
Firman Allah : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (ibrahim : 7)

HUBUNGAN ILMU TAUHID DENGAN FIQH DAN TASAWUF

Orang yang memiliki ilmu tasawuf kiranya dapat mencerna dengan baik bagaimana posisi ilmunya  bila memahami beberapa koridor / batasan terkait ilmu itu dengan ilmu yang lain.
Hal ini dimaksudkan agar orang yang mempelajari tasawuf memperkuat sendi-sendi ilmunya dengan ilmu terkait lainnya seperti Tauhid dan Fiqh. Hal serupa ini diulas secara baik dalam cara mempelajari tasawuf itu, sebagaimana tulisan KH Siradjuddin Abbas, dalam buku beliau “40 Masalah Agama” Jilid 3, hal 30.
Ilmu Tasawuf adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam utama, yaitu ilmu Tauhid (Usuluddin), ilmu Fiqih dan  ilmu Tasawuf.
Ilmu Tauhid untuk bertugas membahas soal-soal i’tiqad, seperti i’tiqad mengenai keTuhanan, keRasulan, hari akhirat dan lain-lain sebagainya .
Ilmu Fiqih bertugas membahas soal-soal ibadat lahir, seperti sholat, puasa, zakat, naik haji dan lain
Ilmu Tasawuf bertugas membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi pekerti, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan lain-lain.
Ringkasnya: tauhid ta’luk kepada i’tiqad, fiqih ta’luk kepada ibadat, dan tasawuf ta’kluk kepada akhlak
Kepada setiap orang Islam dianjurkan supaya beri’tiqad sebagaimana yang diatur dalam ilmu tauhid (usuluddin), supaya beribadat sebagaimana yang diatur dalam ilmu fiqih dan supaya berakhlak sesuai dengan ilmu tasawuf.
Orang-orang yang paham dan mengamalkan ilmu Tasawuf kemudian dikenal dengan nama orang sufi.
Syekh Abu al-Abbas r.a mengatakan bahwa kata sufi bukan berasal kata shuf (bulu domba atau kain wol) karena pakaian orang-orang shaleh terbuat dari wol dan bukan berasal dari shuffah, yaitu teras masjid Rasulullah saw. yang didiami para ahli shuffah. Kata sufi lebih tepat dinisbatkan kepada perbuatan Allah pada manusia. Maksudnya, shafahu Allah, yakni Allah menyucikannya sehingga ia menjadi seorang sufi. Dari situlah kata sufi berasal.
Kaum sufi telah menyerahkan kendali mereka pada Allah. Mereka mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau membela diri karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat qayyum-Nya. Karenanya, Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Firman Allah:  ”...Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(An-Nuur:21)
Firman Allah:Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.  (Shaad :46-47)

Apakah Orang Kafir akan Dihisab di Akhirat?

Apakah Orang Kafir akan Dihisab di Akhirat?

Pada hari kiamat, Allah Ta’ala akan menampakkan amal baik dan amal buruk seorang hamba untuk memberikan balasan yang adil (hisab). Para ulama berbeda pendapat, apakah hisab pada hari kiamat ini berlaku untuk semua manusia, baik muslim ataupun kafir, atau hanya khusus berlaku untuk orang-orang beriman saja? Para ulama berbeda menjadi dua pendapat.

Pertama, orang kafir akan dihisab pada hari kiamat.

Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى رَبِّهِمْ قَالَ أَلَيْسَ هَذَا بِالْحَقِّ قَالُوا بَلَى وَرَبِّنَا قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ

Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Allah berfirman, “Bukankah (kebangkitan) ini benar?” Mereka menjawab, “Sungguh benar, demi Tuhan kami.” Allah berfirman, “Karena itu rasakanlah adzab ini, disebabkan kamu mengingkari(nya)” (QS. Al-An’am [6]: 30).
Allah Ta’ala juga berfirman,

إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ (25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ (26)

Sesungguhnya kepada Kami-lah mereka kembali. Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka” (QS. Al-Ghasyiyah [88]: 25-26).
Mereka juga berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا اتَّبِعُوا سَبِيلَنَا وَلْنَحْمِلْ خَطَايَاكُمْ وَمَا هُمْ بِحَامِلِينَ مِنْ خَطَايَاهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (12) وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُونَ (13)

Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman, “Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu.” Dan mereka (sendiri) sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta. Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban- beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. Dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan” (QS. Al-‘Ankabuut [29]: 12-13).

Pendapat Kedua, mereka tidak akan dihisab pada hari kiamat.

Para ulama yang berpendapat seperti ini berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

Sekali-kali tidak. Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka” (QS. Al-Muthaffifin [83]: 15).
Maksudnya, orang-orang kafir tidak akan melihat wajah Allah Ta’ala di akhirat. [1]
Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ

Qarun berkata, ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.’ Dan apakah ia tidak mengetahui bahwa Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka” (QS. Al-Qashash [28]: 78).
Mereka juga berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat. Dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih” (QS. Ali ‘Imran [3]: 77).
Mereka berargumentasi bahwa hari kiamat itu seperti sebuah ujian. Ujian terkadang terdapat pertanyaan dan pembicaraan secara lisan. Namun, terkadang tidak. Sehingga ayat-ayat di atas tidaklah bertentangan.

Pendapat yang Terpilih dari Dua Pendapat Di Atas

Bahwa orang-orang kafir akan dihisab di akhirat untuk menunjukkan atau menampakkan amal perbuatan mereka dan membalasnya, sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam surat Al-An’am ayat 30 di atas. Sebagaimana juga ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,

يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ

Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 13)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

لا يسألون سؤال شفقة ورحمة وإنما يسألون سؤال تقريع وتوبيخ

Mereka tidaklah ditanya dalam rangka belas kasihan atau memberikan rahmat Mereka itu hanyalah ditanya dalam rangka mencela dan merendahkan mereka, mengapa kalian berbuat seperti ini dan seperti itu?” [2]
Al-Hasan rahimahullah berkata,

لا يسألون سؤال استعلام وإنما يسألون سؤال تقريع وتوبيخ

Mereka tidaklah ditanya dalam rangka meminta pengakuan (atau persetujuan). Akan tetapi, mereka hanyalah ditanya dalam rangka mencela dan merendahkan mereka” [3]
Mereka tidaklah dihisab dalam ranka menampakkan dan meminta pengakuan atas amal baik dan amal buruk, karena orang-orang kafir tidaklah memiliki amal kebaikan sedikit pun. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan” (QS. Al-Furqan [25]: 23).
Dan di antara faidah dari hisab mereka pada hari kiamat adalah dilipatgandakannya adzab dan hukuman bagi yang semakin bertambah kekafirannya, karena neraka itu berlapis-lapis. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ

Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan (siksaan yang berlipat ganda, pen.) disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan” (QS. An-Nahl [16]: 88).
Wallahu a’lam. [4]
***
Diselesaikan menjelang maghrib, Rotterdam NL 24 Sya’ban 1438/20 Mei 2017
Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Rabu, 09 Agustus 2017

MP3 dan Lirik Ayo Mondok Versi Despacito


Liriknya :

Gih... jadi anak tuh jangan banyak bersedih
Jangan ngelawan orangtua
Seharusnya kita bisa jadi mandiri
Bahagiain ayah bunda

Yuk.. kita sekolah di pondok pesantren
Biar Jadi anak soleh dan keren
Jadi santri alim gaya tetep beken
Yuk.. kita belajar menghafal Al-Qur'an
Jurumiyah, Imriti dan Alfiyah
Bahasa Arab, Inggris dan juga Jepang

Ayo Mondok!
Jadi santri minimal hafal juz amma
Bisa ngomong ceramah empat bahasa
Biar makin disayang ayah dan bunda

Ayo Mondok!
Makan teri berasa makan Hoka Bento
Gak bisa nonton TV dengar Radio
Mau buka facebook aja susah banget broo..

Walau banyak hafalan yang membuatmu lelah
Tetap sabar dan istiqomah, demi masa depan yang indah
Mari ikhlaskan hati teman-teman semua
Jadi santri itu mulia
Penuh dengan hikmah dan berkah

Sukses itu kita yang tentukan
Bukan langsung dari Tuhan
Hanya manusia pilihan
Menahan perih dan cobaan
Di pondok itu kita harus sabar bertahan
Dari segala cobaan godaan rintangan

Jangan berfikir terus-terusan tentang pacaran
Siti, Fatimah, Zulfa itu harus dilupakan
Lebih baik kita berfikir tuk masa depan
Demi meraih cita-cita dan impian

Yuk mondok... Yuk mondok..
Ayo ayo mondok..
Mondok itu keren
Gak mondok gak keren

Jangan bilang keren
Kalau belum mondok
Allah lebih suka pemuda yang soleh, oh yeah.

Created by : MENARA BAND
Instagram : (@jamistirahatsantri)

Makloon Jahit Bandung: Solusi Terbaik untuk Bisnis Fashionmu!

 Hello Sobat IDkonveksi! Apakah kamu memiliki bisnis fashion namun kesulitan dalam proses produksi? Apakah kamu membutuhkan bantuan untuk me...