Minggu, 29 Juli 2012

TERHIJAB DARI MAHLUK DAN HIJABNYA KEISTIMEWAAN KAROMAH

                                                                         


Sebenarnya apabila seseorang mengetahui aib orang lain otomatis akan timbul su'udzdzon (buruk sangka) kepadanya dan yang lebih bahaya lagi bahwa ia merasa dirinya lebih baik dari yang lain (takabbur) yang mana justru sikap ini akan menyeretnya kelembah kehancuran


Kebanyakan dari kita hanyalah melihat aib/keburukan dari orang lain dengan penglihatan mata kepala saja dengan tanpa disertai akhlak rohmah ilahiyyah ( kasih sayang ) maka hal ini akan sangat berpotensi pada munculnya fitnah bahkan kerusakan/bencana yang datang dari Alloh.


Dikarenakan yang menjadi tuntutan setiap hamba atas dasar hukum dan syari'atNya adalah berperilaku sopan santun dan beradab terhadap seluruh hambaNya dan mengaplikasikan husnudzdzon didalam qolbunya.


من اطلع على أسرار العباد ولم يتخلق بالرحمة الإلهية كان اطلاعه فتنة عليه وسببا لجر الوبال إليه


 Artinya : "Barang siapa yang telah mampu melihat rahasia-rahasianya hamba Alloh namun tidak berperilaku dengan Rohmah Ilahiyyah (kasih sayang yang bersifat ketuhanan), maka hal tersebut bisa menjadi fitnah baginya dan akan menjadi sebab yang mampu menarik bencana yang akan menimpanya "

 

 Setiap hamba jika mengetahui rahasia tabi'at kemanusiaan seseorang dan keburukan-keburukan yang ditimbulkan oleh hawa nafsunya, maka biasanya otomatis akan menimbulkan buruk sangka (Su'udzdzon) kepadanya, selama orang yang melihatnya tersebut tidak mampu menerapkan sifat Rohmah Ilahiyyah ( Kasih sayang yang bersifat ketuhanan). Padahal kalau saja ia ingat akan Rohmah Alloh yang begitu luas kepada hambaNya , maka ia tidak akan segera berburuk sangka kepada yang lain.



 1-Jika ia sedang mengetahui aibnya orang lain, ia harus bisa melupakan dan tidak mengi'tibar sesuatu yang menjadi tabi'at manusia serta harus mampu menerapkan akhlak karimah yang berupa rohmah ilahiyyah (kasih sayang).

 Dan ini merupakan perkara yang amat sulit untuk diimplementasikan bagi orang awam bahkan oleh orang-orang shiddiq sekalipun. Diriwayatkan, ada salah satu auliyaillah rohimahulloh yang terus memohon kepada Alloh agar ia dibukakan hijabnya sehingga mampu melihat hakikat rahasia manusia yang masih samar bagi orang awam.


Maka, pada suatu hari, ketika ia sedang memasuki suatu pasar, disitu ia diperlihatkan oleh Alloh bahwa kebanyakan wajah-wajah manusia yang berkerumun didalamnya menyerupai berbagai bentuk hewan, ada yang berbentuk kera, kerbau, sapi dan yang lainnya. Kemudian, karena wali tersebut tidak kuat melihatnya ia kembali memohon kepadaNya untuk tidak diperlihatkan lagi rahasia tersebut.


2-Seyogyanya, seorang hamba tetap dalam keadaan terhijab dari rahasia keburukan orang lain agar tidak menimbulkan fitnah yang kemungkinan besar mampu menggiring kepada kerusakan yang kembali kepadanya.

Perlu kita sadari, bahwa kita tidaklah terlahir dalam keadaan selalu suci / fitroh baik dhohir maupun bathin (selamat dari kesalahan/maksiat ) karena kita tidak ma'shum sebagaimana halnya Anbiya' yang terjaga dari maksiat. Kalau saja kita ini selalu bersih dhohir/bathin (tidak maksiat) maka kita tidak butuh mengadu kepadaNya atas kelemahan kita, dan tidak butuh akan maghfiroh dariNya, karena maghfiroh (ampunan) itu wujud karena adanya juga aib dan dosa.

 Lalu kalau seorang hamba tidak punya 'aib, bagaimana ia mau mengetuk pintunya Sang Ilahi, dan jikalau saja ia ma'shum maka berarti seorang hamba sudah merdeka (lepas) dari makna "Ubudiyyah lillah" yang telah disyari'atkan oleh Alloh, walaupun hakikatnya tidak akan bisa lepas dariNya memandang bahwa yang menjaganya dari 'aib adalah Alloh sendiri.

 Maka dari itu, hilangnya perasaan sadar akan lemahnya seorang hamba, hina dan banyaknya aib yang dilakukan serta perasaan selalu butuh ( Iftiqoor ilaih) akan ma'unah dan taufiq Alloh akan sangat berpotensi menghilangkan perasaan 'Ubudiyyah (menghambakan dri kepadaNya) yang bisa mengantarkan diri kedepan pintuNya. 


JANGAN TERSESAT PADA KEISTEMEWAAN LAHIRIYAH 


استشرافك ان يعلم الخلق بخصوصيتك دليل على عدم الصدق فى عبوديتك


Artinya : "Perhatian kamu agar makhluk tahu akan kekhususan (ibadah) mu merupakan dalil atas ketidak benaranmu dalam 'ubudiyyah ".

Hikmah ini masih berhubungan erat dengan hikmah sebelumnya, yang merupakan penjelas hikmah sebelumnya.

 Bahwa seorang hamba masih dikatakan sebagai orang yang pamer (مرائِيًا) walaupun ketika ia sedang beribadah tidak sedang disaksikan oleh orang lain dikarenakan perhatian dan keinginannya agar orang lain tahu akan kekhususiahan dan ibadahnya.

Kalimat (الاستشراف) adalah ungkapan yang berarti perhatian / pandangan nafsu kepada sesuatu hal (kesenangan-kesenangannya) dan mengharapkan akan hasilnya sesuatu tersebut.
Tidak ada sesuatu yang bisa mendorong hamba agar orang lain tahu akan kekhususiahannya dalam beribadah kecuali kesenangan nafsunya tersebut.

Dari sini bisa diketahui bahwa selama masih ada istisyrof (الاستشراف) didalam hatinya hamba yang sedang beribadah menunjukkan tidak adanya kejujuran dan kebenaran dalam 'ubudiyah kepada Alloh, karena apabila dikatakan sudah benar dalam 'ubudiyahnya maka samarnya ibadah dari manusia pastinya lebih lezat dari pada dhohirnya ibadah dihadapan manusia.

Diriwayatkan dari Ahmad bin Abil Hawari :

من أحب ان يعرف بشيئ من الخير أو يذكر به فقد أشرك فى عبادته, لأن من خدم على المحبة لا يحب ان يرى خدمته غير مخدومه
.
Artinya : "Barang siapa yang senang akan diketahui / disebutkan kebaikannya, maka sungguh ia sudah menyekutukan Alloh didalam ibadahnya, karena orang yang berkhidmah atas nama mahabbah/cinta tidak senang apabila selain orang yang dikhidmahi tahu akan khidmahnya". 

Jadi, seorang hamba masih belum dikatakan benar dalam 'ubudiyahnya kepada Alloh subhanahu wa ta'ala kecuali jika ia sudah bisa menundukkan nafsunya kepada tuntutan-tuntutan ubudiyah kepadaNya dan memurnikan mahabbah/cintanya kepada Alloh serta menghilangkan perhatian dan perasaan ingin diketahuinya kekhususiahan ibadah oleh orang lain.

Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara hamba yang masih dalam awal suluknya kepada Alloh dengan yang sudah sampai pada derajat makrifat dan muroqobah kepadaNya, hanya saja sesugguhnya tuntutan-tuntutan dakwah (menyampaikan syari'at)lah yang mewajibkan bagi setiap muslim untuk berdakwah dengan tawadhu' dan ikhlas setelah ia mampu melepaskan diri dari istisyrof (الاستشراف) tadi.


Kemudian Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda :

من سن سنة حسنة فله أجرها, وأجر من عمل بها لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا


Memperlihatkan kekhususiyahan ibadah ini adakalanya dengan memperlihatkan amal ibadah dihadapan orang lain secara dhohir seperti riwayat diatas dan adakalanya dengan membicarakannya kepada orang lain setelah selesai melakukan amal tersebut.

Dalam dua haliyah ini seorang hamba harus selalu waspada dalam menjaga hatinya dari godaan syaitan dan kesenangan nafsu yang selalu ikut andil dalam merusak amal ibadah, lebih-lebih waspada akan munculnya istisyrof (الاستشراف)



Hikmah ini merupakan hikmah yang mengalasi hikmah sebelumnya yang menerangkan bahwa kenapa Alloh menghijab manusia dari rahasia-rahasia haliyah para hambaNya.

Dari hikmah ini tersirat jawaban bahwa diwajibkan bagi setiap insan untuk tetap beradab dalam bergaul dan berinteraksi dengan lainnya, sehingga husnudzdzon (baik sangka) kepada mereka selalu tertanam didalam qolbu, serta mengarahkan sesuatu pekerjaan apapun yang terlihat atau muncul dari mereka kepada neraca kebaikan.


Dari kalangan salaf sendiri banyak riwayat yang menceritakan tentang menyebutkan amal ibadah yang telah dikerjakan oleh mereka, diantaranya riwayat yang diceritakan dari Sa'd bin Mu'adz, beliau berkata :

ما صليت صلاة منذ أسلمت فحدثت نفسي بغيرها وما تبعت جنازة فجدثت نفسي بغير ما هي قائلة وما هو

مقول لها وما سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول قولا قط إلا علمت أنه حق.


Artinya : Saya tidak pernah sholat satu sholat pun sejak aku masuk Islam kemudian aku berbicara tentang selain sholat, aku tidak pernah ikut mengiring satu jenazah pun kemudian aku berbicara tentang selain Jenazah, dan sama sekali aku tidak pernah mendengarkan ucapan Rosul shollallohu 'alaihi wa sallama kecuali saya tahu bahwa sesungguhnya ucapan beliau adalah Haq (benar).

Diriwayatkan juga dari Sayyidina Umar bin Khoththob rodhiyallohu 'anhu, beliau berkata:

ما أبالي أصبحت على عسر أو يسر لأني لا أدري أيهما خير لي


Artinya : Saya tidak perduli apakah ketika menjelang pagi saya dalam keadaan sulit (payah) atau dalam keadaan mudah, karena sesungguhnya aku tidak tahu mana dari kedua haliyah ini (sulit dan mudah) yang lebih baik bagiku.

Beliau umar bin abdul 'aziz rohimahulloh juga pernah berkata :

ما قضى الله فيّ بقضاء قط فسرّني أن يكون قضى لي بغيره وما أصبح لي هوى إلا فى مواقع قدر الله


Artinya : "Alloh tidak memberikan kepadaku satu putusan pun, kemudian aku senang apabila Ia memberikan putusan lain selain keputusan tadi dan saya tidak merasa senang kecuali jatuh dalam lingkup qodarnya Alloh.

Semua riwayat ini merupakan dalil yang membolehkan memperlihatkan haliyah-haliyah yang terpuji, apabila haliyah tersebut keluar dari orang yang sudah menjadi qudwah hasanah, dan ia mengharapkan agar perilakunya ditiru bagi orang yang melihatnya. Maka dari itu pintu untuk memperlihatkan amal tidaklah tertutup.

Adapun sifat yang masih dikatakan riya' dan merupakan penyakit hati adalah (الاستشراف) istisyrofnya hamba yang sedang dikarunai oleh Alloh khususiyyah dan amal-amal ketaatan, ia ingin agar orang lain tahu akan muroqobahnya kepada Alloh, sebagaimana hikmah yang telah disampaikan oleh Ibnu 'Athoillah As Sakandary diatas.


Walloohu A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makloon Jahit Bandung: Solusi Terbaik untuk Bisnis Fashionmu!

 Hello Sobat IDkonveksi! Apakah kamu memiliki bisnis fashion namun kesulitan dalam proses produksi? Apakah kamu membutuhkan bantuan untuk me...